Brand Engangement

Sebuah merek memainkan peranan penting bagi sebuah produk dan perusahaan. Membentuk jalinan kuat antara konsumen dan merek menjadi tujuan utama dari aktivitas pemasaran. Faktor penting dalam memahami perilaku konsumen dapat ditentukan melalui bagaimana konsumen menggunakan suatu merek. Diantara banyak cara konsumen berinteraksi dengan produk atau merek tertentu, brand engagement salah satu prediktor terkuat dalam menentukan loyalitas konsumen terhadap suatu merek. Pengetahuan akan suatu merek tidaklah cukup bagi menentukan loyalitas konsumen terhadap produk, sehingga dibutuhkan keterikatan emosional dalam bentuk komitmen terhadap suatu merek atau kecintaan merek. Keterikatan tersebut dapat diidentifikasi melalui adanya sikap yang didasarkan atas kemauan untuk mempertahankan hubungan jangka panjang degan suatu merek tertetu. Secara definisi brand engagement dapat diartikan sebagai proses pembentukan hubungan yang bermakna antara konsumen dengan sebuah brand, dimana dalam proses

Produk Domestik Bruto

PDB sampai saat ini merupakan ukuran terbaik untuk mengukur nilai output  yang diproduksi dalam satu perekonomian sebagai dasar mengukur pertumbuhan ekonomi sekaligus salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur kesehatan ekonomi suatu negara. [1]  PDB seringkali digunakan sebagai  tolak ukur yang diandalkan dalam menilai perkembangan ekonomi suatu negara. PDB mewakili menjumlah produksi secara agregat dimana terdiri dari semua barang dan jasa yang dibeli di satu negara, baik yang digunakan oleh individu, perusahaan, warga negara asing, dan aparatur pemerintah.
Menurut Mankiw, PDB adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam satu perekonomian dalam kurun waktu tertentu.  Nilai pasar dalam pengertian tersebut merupakan suatu ukuran jumlah tertentu yang bersedia dibayarkan oleh masyarakat pada komoditas yang berbeda, masing-masing mencerminkan nilai dari komoditas yang bersangkutan yang meliputi seluruh macam barang yang dijual di pasar secara legal. Ditekankan pula bahwa yang masuk dalam penghitungan PDB hanyalah barang akhir, ini dilakukan karena nilai barang setengah jadi sudah termasuk ke dalam harga barang jadi. Penambahan nilai pasar dari barang setengah jadi akan menyebabkan penghitungan ganda dari harga suatu komoditas.[2]
Selain itu, PDB hanya menghitung nilai barang dan jasa yang saat ini diproduksi dan tidak termasuk penghitungan barang yang di produksi di masa lalu. Misalnya, penjualan mobil bekas tidak dimasukkan sebagai komponen penghitungan PDB.  Poin lain yang ditekankan pada pengertian tersebut adalah adanya batasan geografis yang berarti penghitungan PDB hanya meliputi barang-dan jasa yang diproduksi dalam satu negara dengan interval waktu tertentu, baik secara kuartal, triwulan maupun tahunan.
Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu bagian dimana pengukuran PDB lebih menekankan pada aspek kewilayahan tanpa mementingkan aspek kewarganegaraan. Artinya jumlah output yang dimaksud merupakan  keseluruhan barang dan jasa diproduksi dalam suatu wilayah, baik yang dihasilkan oleh warga negara asing maupun warga negara Indonesia. Sementara, jumlah output yang diproduksi diluar negeri, walaupun barang dan jasa tersebut dihasilkan oleh warga negara  Indonesia tidak diikutsertakan dalam PDB.
O’Sullivan mendefinisikan PDB sebagai nilai pasar dari seluruh barang dan jasa yang di produksi dalam suatu perekonomian selama satu tahun. PDB merupakan ukuran umum untuk mengukut total output dalam perekonomian. Sedangkan, Arnold mengartikan Produk Domestik Bruto (PDB)  sebagai ukuran nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam satu tahun dalam batas suatu negara.[3] PDB juga dapat digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat.
Secara umum PDB dapat diartikan sebagai nilai akhir barang-barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama  periode tertentu (biasanya satu tahun).
David N. Weil menyatakan pula bahwa PDB adalah ukuran nilai barang dan jasa yang diproduksi pada suatu negara dalam satu tahun yang dapat dihitung baik dengan nilai output yang diproduksi atau setara dengan total pendapatan, dalam bentuk gaji, sewa dan laba, yang diperoleh suatu negara.[4]
Berdasarkan pernyataan Weil, diketahui bahwa PDB dapat mengukur dua hal sekaligus yaitu jumlah pendapatan tiap orang dalam suatu perekonomian dan total pengeluaran ekonomi atas produksi barang dan jasa yang diproduksi. Ekonomi secara keseluruhan pendapatan akan sama dengan pengeluaran, karena setiap transaksi melibatkan dua pihak yaitu penjual dan pembeli. Setiap satuan uang yang dihabiskan oleh pembeli merupakan. Alasan PDB dapat melakukan pengukuran total pendapatan dan pengeluaran dikarenakan untuk suatu perekonomian secara keseluruhan, pendapatan pasti sama dengan pengeluaran.
Karl E. Case, dkk menyatakan bahwa PDB dapat diukur dengan cara menambahkan nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam satu tahun selama tahun tertentu,  pengukuran dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi dari mana asal pengeluaran dalam suatu perekonomian atau melalui pendekatan pengeluaran.
Pengeluaran dalam suatu perekonomian dilakukan oleh empat sektor, meliputi : Pengeluaran konsumen (C) merupakan komponen pengeluaran terbesar dalam PDB yang dilakukan oleh konsumen melalui pembelian jasa, seperti pembayaran kuliah. Konsumsi barang, baik barang yang bersifat tidak tahan lama maupun yang sifatnya tidak tahan lama, seperti konsumsi makanan dan pembelian rumah baru.   
Pengeluaran investasi (I) sebagai pengeluaran aktual dalam rangka meningkatkan output atau produktivitas di masa yang akan datang. Terdapat beberapa tipe investasi yang termasuk dalam PDB diantaranya meliputi pembelian barang modal oleh perusahaan seperti pembelian alat produksi. Konstruksi bangunan perusahaan dan perumahan juga baru termasuk komponen investasi. Komponen lain dari investasi adalah nilai barang yang belum terjual pada tahun yang bersangkutan, sebagai gambaran misalnya, sebuah mobil yang diproduksi pada awal tahun 2003 dan tidak terjual pada 31 Desember 2003 maka mobil tersebut tidak akan dihitung sebagai pengeluaran konsumsi, melainkan akan muncul sebagai inventaris yang belum terjual.
Pengeluaran pemerintah (G) meliputi pembelian barang dan jasa dan investasi dalam pembangunan infrastruktur pada seluruh tingkatan, termasuk didalamnya pembelian mobil polisi, penyediaan jasa sosial, dan investasi infrastruktur berupa pembangunan jalan layang, bandara, dan penjara.
Ekspor netto (X − M) didapatkan melalui penambahan barang yang produksi domestik yang dibeli oleh negara asing (exports = X), namun menguranginya pula dengan pembelian produk luar negeri oleh warga negara (impor=M).
Secara matematis penjumlahan seluruh pengeluaran komponen-komponen dalam perekonomian adalah :
Y = C + I + G + (X-M)
            Pendekatan pendapatan mengukur PDB dengan menambahkan seluruh pendapatan dari rumah tangga dan perusahaan dalam satu tahun. Pendapatan tersebut diantaranya berupa gaji (w) sebagai balas jasa tenaga kerja, keuntungan atau profit (p) sebagai balas jasa wirausaha, sewa (r) sebagai balas jasa faktor produksi tetap, dan bunga (i) sebagai balas jasa modal.  Hasil penghitungan PDB dengan menggunakan pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran akan cenderung sama dengan menambahkan penyesuaian secara akuntansi berupa depresiasi dan pajak. Secara matematis pendekatan pendapatan dapat ditulis : [5]
Y = w + i + r + p
Menurut Hall dan Lieberman , pendekatan lain  yang dapat digunakan dalam mengkur PDB adalah dengan menambahkan kontribusi produksi setiap perusahaan. Kontribusi perusahaan disebut dengan nilai tambah yaitu pendapatan yang diterima perusahaan dari produksinya dikurangi seluruh biaya dari barang setengah jadi yang digunakan.  Pada pendekatan nilai tambah, PDB merupakan penjumlahan nilai tambah dari seluruh perusahaan dalam perekonomian.[6]




[1] Arthur O’Sullivan, dkk. Op.Cit. hlm 113
[2] N. Gregory Mankiw, Op.Cit, hlm 198
[3]  Roger A. Arnold, Economics : 11th Edition, South-Western, Cengage Learning, Ohio, 2014, hlm 114
[4] David N. Weil, Economic Growth, 3rd edition, Pearson Education Limited, Essex, 2013, hlm 23
[5] Karl E. Case, dkk, Principles of Macroeconomics,  Pearson Education, Inc., Boston, 2012, hlm 113
[6] Robert E. Hall dan Marc Lieberman. Economics : Principles and Applications 2nd edition, South-Western Cengage Learning, Ohio, 2002, hlm 535

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MOTIVASI MANAJEMEN

Teori Produksi Jangka Pendek

EKONOMI MIKRO :PERMINTAAN DAN PENAWARAN