Brand Engangement

Sebuah merek memainkan peranan penting bagi sebuah produk dan perusahaan. Membentuk jalinan kuat antara konsumen dan merek menjadi tujuan utama dari aktivitas pemasaran. Faktor penting dalam memahami perilaku konsumen dapat ditentukan melalui bagaimana konsumen menggunakan suatu merek. Diantara banyak cara konsumen berinteraksi dengan produk atau merek tertentu, brand engagement salah satu prediktor terkuat dalam menentukan loyalitas konsumen terhadap suatu merek. Pengetahuan akan suatu merek tidaklah cukup bagi menentukan loyalitas konsumen terhadap produk, sehingga dibutuhkan keterikatan emosional dalam bentuk komitmen terhadap suatu merek atau kecintaan merek. Keterikatan tersebut dapat diidentifikasi melalui adanya sikap yang didasarkan atas kemauan untuk mempertahankan hubungan jangka panjang degan suatu merek tertetu. Secara definisi brand engagement dapat diartikan sebagai proses pembentukan hubungan yang bermakna antara konsumen dengan sebuah brand, dimana dalam proses

Inflasi

a.     Pengertian Inflasi
Inflasi merupakan suatu fenomena moneter yang dialami oleh setiap negara. Stabilitas perekonomian seringkali dikaitkan dengan tingkat inflasi sebagai suatu pertimbangan penting bagi pemerintah selaku pembuat kebijakan serta bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan, baik keputusan dalam melakukan konsumsi, investasi ataupun produksi. Inflasi juga berperan dalam mempengaruhi mobilisasi dana melalui lembaga keuangan formal.
Istilah inflasi memiliki banyak pengertian, ahli ekonomi mendefinisikan inflasi dengan cara yang berbeda-beda. Menurut Peter Bernholz, inflasi adalah kenaikan tingkat harga dalam jangka waktu yang lama, umumnya beberapa tahun, yang diukur melalui satu atau beberapa indikator harga.[1] Pernyataan tersebut mencakup dua indikator penting berkaitan dengan pengertian inflasi yaitu adanya kenaikan tingkat harga dan berlangsung dalam kurun waktu yang lama.
Sementara, McConnell mengartikan inflasi sebagai kenaikan tingkat harga secara umum. [2] Sedikit berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh Bernholz, definisi McConnell tidak memaparkan secara spesifik rentang waktu tertentu sebagai  syarat terjadinya inflasi. Pemaparan lebih lanjut dari definisi tersebut lebih menggambarkan inflasi sebagai suatu kondisi dimana terjadi penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga.
William A. McEachern yang mendefinisikan inflasi sebagai peningkatan secara berkelanjutan tingkat harga rata-rata dalam suatu perekonomian.[3] Arti berkelanjutan dalam definisi tersebut menggambarkan bahwa kenaikan tingkat harga terjadi secara terus menerus. Jika tingkat harga berfluktuasi naik satu bulan dan turun pada bulan selanjutnya, maka kenaikan tersebut tidak disebut inflasi. 
Boediono mendefinisikan inflasi sebagai terjadinya kenaikan harga-harga barang yang bersifat umum dan berlangsung secara terus-menerus. Inflasi merujuk pada suatu keadaan dimana terjadi kecenderungan kenaikan dari harga-harga secara umum. Syarat terjadinya inflasi diantaranya adalah kenaikan harga tidak hanya meliputi kenaikan satu jenis barang, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau mengakibatkan kenaikan kepada harga barang lain. Syarat lain terjadinya inflasi ialah kecenderungan kenaikan harga yang terjadi secara terus menerus, dalam artian kenaikan harga tersebut tidak hanya terjadi sementara waktu, misalnya hanya ketika hari besar keagamaan atau musim tertentu.[4] Artinya walaupun terjadi kenaikan inflasi dalam presentase yang besar dalam suatu kurun waktu singkat (mingguan atau bulanan), maka fenomena tersebut tidak dapat dikatakan sebagai inflasi.
Romer mengartikan inflasi sebagai kenaikan rata-rata tingkat harga dari barang dan jasa berkaitan dengan uang.[5] Dibandingkan dengan definisi sebelumnya, pengertian yang diberikan Romer lebih menekankan terjadinya inflasi sebagai kenaikan tingkat harga akibat perubahan keseimbangan di pasar uang.
  Selanjutnya, untuk memahami mengenai pengertian inflasi, Romer mengilustrasikan keseimbangan permintaan uang riil sebagai penurunan tingkat bunga nominal dan peningkatan pendapatan secara riil. Apabila ditulis kedalam persamaan, keseimbangan uang riil  adalah L(i,Y), Li < 0, LY > 0, dimana i adalah tingkat bunga nominal dan Y adalah pendapatan riil. M sebagai jumlah uang dan P menyatakan tingkat harga. Sehingga dapat dituliskan :
M/P = L(i,Y)
Kondisi ini menyiratkan bahwa P  menyatakan tingkat harga sebegai determinan inflasi yang ditentukan oleh :
P = P = M/(L(i,Y))
Melalui persamaan diatas diketahui terdapat banyak faktor potensial yang menyebabkan timbulnya inflasi.  Kenaikan tingkat harga sebagai penentu tingkat inflasi merupakan kenaikan dari jumlah uang beredar, kenaikan tingkat suku bunga nominal, penurunan output dan penurunan permintaan uang.
Sebaliknya, persamaan diatas juga mengisyatkan adanya hubungan antara inflasi dengan tingkat suku bunga nominal, dimana keseimbangan tingkat suku bunga nominal dan tingkat output secara bersama-sama ditentukan oleh tingkat harga dan jumlah uang. Tingkat suku bunga nominal dalam persamaan sebelumnya merupakan penjumlahan antara tingkat suku bunga riil dengan tingkat inflasi.
i = r + πe
Serupa dengan Romer, penegasan hubungan antara inflasi  dengan tingkat suku bunga nominal juga dikemukakan oleh Mankiw yang menyatakan bahwa inflasi mempengaruhi tingkat suku bunga nominal melalui efek Fisher.[6]
Berdasarkan pengertian tersebut maka inflasi dapat didefinisikan sebagai kenaikan tingkat harga secara umum yang berakibat pada fluktuasi  suku bunga nominal. Inflasi yang diteliti diukur berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK), dan dinyatakan dalam bentuk presentase. Dalam penelitian ini, data Inflasi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) berupa data kuartalan tahun 2010-2014.

b.     Pengukuran Laju Inflasi
Pengukuran tingkat inflasi sebagai suatu gejala perekonomian berkelanjutan. umumnya dilakukan secara tahunan. Tingkat inflasi tahunan merupakan presentase peningkatan rata-rata tingkat harga dari satu tahun ke tahun berikutnya.[7] Dasar pengukuran inflasi salah satunya adalah Indeks Harga Konsumen. Presentase IHK merupakan salah indikator inflasi yang dihitung dengan mengubah harga berbagai barang dan jasa menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur tingkat harga. Penghitungan tingkat inflasi dengan menggunakan IHK dilakukan dengan cara mengurangkan IHK tahun berlaku dengan IHK tahun dasar dan membaginya dengan IHK tahun dasar. [8]
     Pengukuran lain inflasi atau tingkat harga dapat menggunakan PDB deflator, walaupun sebenarnya PDB deflator bukanlah indeks harga namun PDB deflator memiliki tujuan yang sama dengan undeks harga yaitu untuk mengukur seberapa besar perubahan harga yang merupakan indikasi inflasi. Pengukuran perubahan tingkat harga dilakukan dengan cara membagi PDB nominal dengan PDB riil lalu mengalikannya dengan 100.[9]

c.     Macam Inflasi
Terdapat berbagai cara menggolongkan inflasi, dan masing-masing dapat dipilih sesuai dengan tujuan penggolongannya. Terdapat beberapa kategori yang dapat digunakan yaitu berdasarkan tingkat keparahannya, berdasarkan penyebabnya, dan berdasarkan asal inflasi.[10]
Pertama berdasarkan parah tidaknya inflasi, penggolongan inflasi dapat dibedakan menjadi :
·      Inflasi ringan (dibawah 10% setahun). Inflasi ini disebut juga dengan inflasi merayap (creeping inflation)
·      Inflasi sedang (antara 10-30% setahun) atau biasa disebut galloping inflation biasanya itandai dengan naiknya harga-harga secara cepat dan relative besar
·      Inflasi berat (antara 30-100% setahun) atau high inflation biasanya ditandai dengan kenaikan/perubahan harga yang sangat tinggi
·      Hiperinflasi (diatas 100% setahun) yaitu inflasi yang ditandai dengan naiknya harga secara drastic hingga menjadi 4 digit (diatas 100%). Pada inflasi ini masyarakat tidak lagi menyimpan uang karena nilai uang merosot sangat tajam sehingga lebih baik dibelikan/ditukarkan dengan barang-barang
Kedua, penggolongan inflasi dilakukan berdasarkan sebab terjadi atau munculnya inflasi yang dibedakan menjadi :
·      Demand full inflation/ inflasi permintaan inflasi ini timbul karena sementara masyarakat terhadap berbagai barang terlalu kuat sementara di sisi lain, tenaga kerja telah mencapai kesempatan kerja penuh sehingga terjadi kelebihan permintaan. Kondisi ini jika berlangsung terus-menerus akan menciptakan kenaikan harga barang/inflasi
·      Cost push inflation/ inflasi penawaran. Inflasi ini timbul karena kenaikan biaya produksi atau berkurangnya penawaran agregatif. Kenaikan biaya produksi tersebut bias jadi dikarenakan mahalnya harga bahan baku, tuntutan kenaikan upah maupun karena terdefresiasinya nilai tukar dalam negeri.
         Penggolongan ketiga adalah dilakukan berdasarkan asal dari inflasi, dimana penggolongannya yang dibedakan menjadi :
·      Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation). Inflasi ini biasanya disebabkan adanya defisit dalam pembiayaan dan belanja Negara yang terlihat pada APBN, bencana alam, gagal panen dan lain sebagainya.
·      Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation). Inflasi ini disebabkan Negara-negara yang menjadi mitra dagang mengalami inflasi, sehingga menyebar ke negara-negara yang menjadi mitranya.
d.     Biaya Inflasi
O’ Sullivan menyatakan bahwa inflasi akan memunculkan dampak sampingan berupa muncul biaya-biaya tambahan akibat kenaikan harga. Ekonom umumnya membagi biaya akibat inflasi dalam dua kategori. Pertama, meliputi biaya yang berhubungan dengan inflasi yang diharapkan (expected inflation) atau telah diantisipasi. Kedua meliputi biaya yang berhubungan dengan inflasi yang tidak diharapkan (unexpected inflation) atau tidak terantisipasi. Walaupun inflasi sesungguhnya menyebabkan kedua jenis biaya tersebut.
·      Inflasi yang Diantisipasi (expected inflation)
Suatu perekonomian umumnya memiliki target inflasi tahunan yang dapat dijadikan dasar penyesuaian oleh para pelaku ekonomi. Namun pada prakteknya, walaupun inflasi tersebut telah diantisipasi, masih terdapat biaya yang muncul atas inflasi tersebut. Ekonom umumnya menyebutnya sebagai menu costs. Pemilik restoran, produsen katalog, dan usaha lainnya harus merubah harga secara berkala karena perubahan biaya akibat inflasi.  Contohnya mereka harus  mencetak kembali daftar menu atau papan iklan. Para ekonom percaya bahwa biaya tersebut relatif kecil untuk suatu  perekonomian.
            Inflasi akan mengikis nilai uang tunai yag dipegang masyarakat. Dampaknya, masyarakat akan memegai lebih sedikit uang tunai. Jika masyarakat memegang lebih sedikit uang tunai, mereka harus mengunjungi bank atau ATM lebih sering untuk memenuhi kebutuhan transaksi. Ekonom menggunakan istilah shoe-leather costs sebagai istilah bagi tambahan biaya yang muncul akibat adanya inflasi bagi orang-orang yang memegang sedikit uang tunai.
·      Inflasi yang Tidak Diantisipasi (unexpected inflation)
Biaya dari inflasi yang tidak diharapkan dapat berupa perubahan distribusi pendapatan. Inflasi dapat menurunkan pendapatan masyarakat, khususnya yang berpenghasilan tetap. Misalnya target inflasi yang diharapkan tahun 2014 adalah 5%, maka kenaikan penghasilan yang  dinegosiasikan kurang lebih sebesar 5%. Namun ketika kenyataannya, tingkat inflasi aktual pada tahun 2014 yaitu sebesar 7% maka kenaikan penghasilan 5% tidak dapat mengimbangi laju inflasi tersebut dan cenderung mengakibatkan penurunan pendapatan secara riil. Disisi lain, apabila tingkat inflasi lebih rendah daripada yang ditargetkan maka perusahaan akan menanggung kerugian berupa beban operasional. Sepanjang  tingkat inflasi berada diluar target yang diharapkan, maka akan ada pihak yang menanggung keuntungan ataupun kerugian.
Adanya redistribusi akibat inflasi akan membebani perekonomian suatu negara. Jika masyarakat mengalami inflasi yang tidak diharapkan, baik individu maupun lembaga akan mengubah perilakunya dalam melakukan kegiatan ekonomi. Contoh, seorang investor potensial tidak akan mampu meminjam dana dari bank dengan tingkat bunga tetap, tapi dengan adanya persyaratan pinjaman dimana tingkat bunga dapat disesuaikan dengan tingkat inflasi, maka investor tersebut memiliki kesempatan. Dipihak lain, bank juga tidak ingin meminjamkan dana pada tingkat bunga tetap apabila terdapat potensi bahwa inflasi akan mengikis nilai riil dana tersebut lebih besar dibandingkan keuntungan yang diharapkan. Sehingga pada perbankan, terjadinya inflasi yang tidak diharapkan cenderung mengkibatkan resiko atas kesalahan kalkulasi dari keuntungan yang diharapkan sehingga berpotensi menimbulkan penurunan keuntungan. Sementara bagi investor, adanya inflasi yang tidak diharapkan akan menimbulkan resiko berupa biaya tambahan diluar perencanaan. [11]




[1] Peter Bernholz, Monetary Regimes and Inflation History : Economic and Political, Relationships, Edward Elgar Publishing Limited, Massachusetts, 2003, hlm. 1
[2]McConnel Brue Flynn, Macroeconomics : 19th Edition, New York, McGraw Hill, 2012, hlm 980
[3] William A. McEachern, Macroeconomics: A Contemporary Introduction :10th Edition, Ohio,  South-Western Cengage Learning, 2014, hlm 149
[4]Boediono, Ekonomi Moneter, Yogyakarta, BPFE, 2000, hlm. 161
[5] David Romer, Advanced Macroeconomics : 4th Edition, New York :McGraw-Hil, 2012 hlm 154
[6] Gregory Mankiw, Makroekonomi : Edisi ke Enam, Jakarta, Erlangga, 2007, hlm 93
[7] William A. McEachern, Op.Cit hlm 150
[8] N. Gregory Mankiw, Macroeconomics, South- Western Cengage Learning, Ohio, 2012, hlm 220
[9] Margaret Ray dan David Anderson. Krugman Macroeconomics for AP*, New York, Worth Publishers, 2011,  hlm 149
[10] Boediono, Op. Cit, hlm 162
[11] Arthur O’Sullivan, Steven M. Sheffrin, dan Stephen J. Perez, Macroeconomics ; 8th Edition, Pearson, New York, 2014, hlm 134

Komentar

  1. Thanks ya, artikel sangat membantu dalam menyelesaikan tugas perkuliahan tentang inflasi dan pengangguran. Kunjungi juga ya MAKALAH INFLASI DAN PENGANGGURAN

    BalasHapus
  2. Inflasi terus menggerus! memang udah saatnya pinter-pinter deh atur duit.. Baca artikel ini agar terhindar dari inflasi.
    investasi yang aman dari inflasi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MOTIVASI MANAJEMEN

Teori Produksi Jangka Pendek

EKONOMI MIKRO :PERMINTAAN DAN PENAWARAN