Brand Engangement

Sebuah merek memainkan peranan penting bagi sebuah produk dan perusahaan. Membentuk jalinan kuat antara konsumen dan merek menjadi tujuan utama dari aktivitas pemasaran. Faktor penting dalam memahami perilaku konsumen dapat ditentukan melalui bagaimana konsumen menggunakan suatu merek. Diantara banyak cara konsumen berinteraksi dengan produk atau merek tertentu, brand engagement salah satu prediktor terkuat dalam menentukan loyalitas konsumen terhadap suatu merek. Pengetahuan akan suatu merek tidaklah cukup bagi menentukan loyalitas konsumen terhadap produk, sehingga dibutuhkan keterikatan emosional dalam bentuk komitmen terhadap suatu merek atau kecintaan merek. Keterikatan tersebut dapat diidentifikasi melalui adanya sikap yang didasarkan atas kemauan untuk mempertahankan hubungan jangka panjang degan suatu merek tertetu. Secara definisi brand engagement dapat diartikan sebagai proses pembentukan hubungan yang bermakna antara konsumen dengan sebuah brand, dimana dalam proses

Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Siklus Ekonomi di Negara Berkembang Asia (China dan India)


Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 2008 memiliki pengaruh kuat terhadap pembangunan ekonomi di negara berkembang Asia. Apabila dikaji secara lebih spesifik, terlihat bahwa frekuensi siklus ekonomi cenderung memiliki dinamika hubungan negatif dimana siklus perekonomian sangat terpengaruh oleh krisis keuangan global. Hingga ditemukan hubungan substansial dari ikatan perdagangan dengan korelasi dinamis tingkat pertumbuhan GDP di negara-negara berkembang Asia dan negara-negara anggota OECD. Pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada dampak krisis keuangan global terhadap siklus ekonomi di negara berkembang Asia khususnya Cina dan India dengan melihat sinkronisasinya dengan negara-negara OECD.
OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) merupakan sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. OECD bekerjasama dengan pemerintah untuk mendorong perubahan ekonomi, sosial dan lingkungan dengan mengukur produktivitas dan arus perdagangan global dan investasi. Cina dan India berstatus sebagai calon anggota OECD saat ini (2012). OECD memiliki 34 anggota, yang mayoritas merupakan kategori negara maju.
            Dalam kurun beberapa dekade belakangan, secara bertahap negara-negara berkembang mulai melakukan ekspansi dalam bidang ekonomi dalam kerangka globalisasi.  Cina telah memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi global. Dan belakangan, Cina telah diikuti oleh india dan kemungkinan juga oleh negara berkembang yang lebih kecil lainnya. Cina adalah negara yang memegang peranan penting dalam ekspor impor dalam lingkup global. Baru-baru ini, India tampaknya mengikuti perkembangan Cina, namun ekonomi India lebih terfokus pada bidang pelayanan dibandingkan manufaktur yang merupakan ciri orientasi perekonomian Cina.
Globalisasi merupakan faktor yang mempengaruhi pergerakan siklus ekonomi. Melalui peningkatan peranan negara berkembang melalui berbagai sektor perekonomian, pengaruh China dan India dalam ranah ekonomi global menguat. Melalui aliran investasi dari negara-negara berkembang, terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi. Meskipun dalam lingkup globalisasi, siklus ekonomi di negara-negara industri dan negara berkembang  Asia sejauh ini mayoritas masih tetap independen satu sama lain (decoupling). Dampak krisis keuangan global lebih kontras terlihat dalam perekonomian Asia dibandingkan kemerosotan secara global, mengingat jaringan perdagangan lebih luas dan adanya integrasi keuangan negara Asia, terutama dengan Amerika Serikat.
Decoupling mengacu pada penurunan korelasi. Suatu konsep bahwa pasar dunia berkembang tidak perlu lagi bergantung pada permintaan AS untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, adalah contoh dari decoupling ekonomi. Padahal, pasar negara berkembang pada satu titik bergantung pada ekonomi AS, banyak analis berpendapat bahwa saat ini beberapa pasar negara berkembang, seperti Cina, India dan Brazil, telah menjadi pasar yang cukup besar bagi mereka sendiri, untuk barang dan jasa. Argumen untuk decoupling menunjukkan bahwa ekonomi akan mampu menahan ekonomi AS yang goyah.
Arus perdagangan merupakan faktor terpenting dalam siklus ekonomi. Frankel dan Rose (1998) menemukan hubungan positif yang kuat antara intensitas perdagangan dan korelasi siklus ekonomi antara negara-negara OECD. Selanjutnya akan dibahas mengenai korelasi tersebut dengan menganalisis faktor-faktor penentu baik konvergen maupun divergen dalam siklus ekonomi antara negara-negara OECD dan dua negara berkembang terbesar di Asia (sering disebut sebagai raksasa Asia).
Dalam perekonomian terbuka, faktor eksternal memainkan peran yang penting dan seringkali menentukan arah kebijakan domestik, dengan tujuan untuk melakukan isolasi ekonomi dari gejolak ekonomi eksternal yang merugikan. Negara berkembang Asia dengan orientasi ekspor yang kuat memiliki resiko lebih besar akibat gejolak asing.
Adanya integrasi ekonomi di antara negara-negara dapat mengakibatkan peningkatan sinkronisasi siklus ekonomi diantara masing-masing negara, karena hubungan dagang berfungsi sebagai saluran untuk mentransmisi gejolak antar negara. Artinya apabila terjadi suatu gejolak ekonomi di suatu negara maka dampaknya tidak hanya terpusat pada satu negara tersebut, melainkan terbagi secara merata ke beberapa negara yang terintegrasi.
Peran hubungan dagang telah dipelajari secara ekstensif dalam konteks ini. Secara esensi, negara-negara yang melakukan perdagangan lebih intensif juga memiliki mobilitas output yang tinggi baik dalam bentuk barang maupun jasa. Namun tingginya intensitas perdagangan tersebut bukanlah faktor utama yang menentukan sinkronisasi siklus ekonomi.
Perdagangan antarnegara bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi siklus ekonomi seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Integrasi keuangan merupakan indikator lain yang mempengaruhi siklus ekonomi, integrasi keuangan yang lebih kompleks memungkinkan spesialisasi yang lebih besar. Secara lebih lanjut, hal tersebut mengakibatkan penurunan korelasi siklus ekonomi nasional dan mengarahkan ke arah global. Namun, dalam studi empiris menunjukkan bahwa korelasi antara integrasi keuangan dan kesamaan siklus ekonomi adalah positif. Spesialisasi vertikal (lebih dominan mengekspor barang setengah jadi) yang mendominasi perdagangan Cina dan India menyebabkan divergensi siklus ekonomi antar negara-negara yang menjadi mitra.    
Namun di wilayah Asia Timur, didapati bahwa integrasi perdagangan menjadi faktor yang lebih dominan dibandingkan integrasi keuangan dalam meningkatkan mobilitas barang dan jasa. Perdagangan merupakan faktor penentu penting dari korelasi siklus ekonomi bagi negara-negara Asia Timur. Melalui, peningkatan pangsa produk elektronik dalam perdagangan luar negeri meningkatkan korelasi siklus ekonomi bagi negara-negara di sekitar Pasifik.  Iwatsubo dan Ogawa (2009) menganalisis kesamaan penyesuaian eksternal antara negara-negara Asia.
Melalui penelitian secara kuantitatif, didapat deskripsi bahwa pertumbuhan ekonomi di India dan Cina mengalami peningkatan dibandingkan negara-negara OECD. Dalam kurun beberapa dekade terakhir Cina memiliki pertumbuhan ekonomi tercepat, disusul oleh India. Pertumbuhan ekonomi dari kedua negara tetap sangat stabil sebelum percepatan yang terjadi pada tahun 2007. Pada tahun 2008, krisis keuangan dan ekonomi global menyebabkan perlambatan pertumbuhan di kedua negara. Sementara Cina dan India telah menggunakan kebijakan dalam negeri untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Siklus ekonomi di negara berkembang memiliki karakteristik rendahnya korelasi siklus ekonomi dengan negara maju. Namun pada kenyataannya, Cina memiliki hubungan perdagangan yang erat negara-negara maju. Hubungan perdagangan antara China dan negara maju umumnya merupakan perdagangan intra-industri akan mendukung sinkronisasi siklus ekonomi dalam jangka menengah dan panjang.
Krisis keuangan global pada tahun 2008 kemungkinan menyebabkan penurunan output agregat di semua wilayah. Perlambatan pertumbuhan di China, India dan Amerika Serikat mulai terjadi di awal tahun 2008. Pola siklus ekonomi internasional jauh lebih stabil jika melihat pergerakan siklus ekonomi dari semua negara-negara maju terhadap Cina / India.
Terkait pembahasan decoupling, mereka mengkonfirmasi tren positif dari sinkronisasi siklus ekonomi untuk kedua India dan China, walaupun masih lemah. Namun, korelasi siklus ekonomi Cina dengan negara-negara lain rata-rata meningkat 0,01 per tahun. Di India, tren secara statistik berubah tidak signifikan. Pengaruh adanya krisis yang terjadi pada kuartal ketiga 1997 dan kuartal keempat tahun 1998 memiliki efek yang berbeda antara China dan India: krisis 1997 sederhana meningkat tingkat korelasi siklus ekonomi untuk China, sementara itu secara signifikan menurunkan kesamaan siklus ekonomi India dengan orang lain negara. krisis 1997 meningkatkan hubungan siklus ekonomi untuk China, sementara itu secara signifikan menurunkan siklus ekonomi India dengan negara-negara lain. Secara garis besar krisis keuangan global memiliki dampak yang sama pada negara-negara berkembang di kawasan Asia seperti halnya pada negara-negara industri.
Dari segi dinamika hubungan pergerakan siklus ekonomi di negara berkembang. Penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa Pola pergerakan siklus ekonomi yang sangat mirip terjadi padaa China dan India, berbeda dengan pola korelasi dinamis antara negara-negara maju. Kedua negara menunjukkan kesamaan yang lebih besar dengan negara-negara berkembang lainnya (misalnya Israel, Korea, Meksiko, dan Turki).
Negara-negara OECD umumnya menunjukkan korelasi dinamis tinggi dalam frekuensi siklus ekonomi dan pergerakan jangka panjang. Sebaliknya, China dan India menampilkan tingkat yang cukup rendah dalam dinamika pergerakan siklus ekonomi.
Namun, beberapa negara menunjukkan hubungan positif pada frekuensi siklus ekonomi, termasuk negara-negara OECD non-Eropa. Beberapa sampel yang menjelaskan bahwa perdagangan antara negara OECD non-Eropa lebih intensif. Sama halnya dengan India hubungan perdagangan antara India dan negara-negara OECD non-Eropa cenderung memiliki korelasi positif.
Dalam kajian siklus ekonomi jangka pendek ditemukan suatu perbedaan besar. Dimana secara umum, korelasi dinamis cenderung meningkat dan mengindikasikan hubungan ekonomi yang kuat antara pemasok dan produsen dari Asia dan produsen tingkat akhir di negara maju. Bagi China, terdapat korelasi jangka pendek yang tinggi, terutama untuk Amerika Serikat, Korea, Jepang, dan Israel. Semua negara-negara memiliki karakteristik hubungan sangat dekat dengan China dalam periode yang lebih lama. Korelasi Jangka pendek dengan siklus ekonomi India adalah positif untuk Finlandia, Norwegia dan Swiss, meskipun perdagangan mereka dengan India cukup sederhana. Hanya beberapa negara menunjukkan korelasi positif yang tinggi dalam siklus jangka panjang dengan China dan India. Dinamika korelasi ekonomi India sedikit lebih rendah daripada China.
Melalui perbandingan dinamika korelasi siklus ekonomi antara krisis periode pertama (1997-1998) dengan krisis periode kedua 2008. Ditemukan fakta bahwa frekuensi dinamika hubungan siklus ekonomi telah meningkat sejak awal krisis keuangan global. Pola ini cenderung terlihat lebih kuat di China daripada India. Untuk kedua negara, pola diubah dapat dilihat terutama dalam hubungannya dengan Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Sebaliknya, beberapa negara Eropa kecil (misalnya Austria), tetapi juga Korea dan Meksiko, menunjukkan stabilitas yang luar biasa dalam menghadapi krisis dibandingkan dengan Cina dan India.
Dampak krisis keuangan global terutama pada frekuensi siklus ekonomi menampakkan gejala bertentangan dengan hipotesis decoupling. Ini berarti bahwa tingkat rendah kesesuaian siklus ekonomi mungkin sesuai dengan proporsi besar (terutama ketika kita mengambil populasi dan PDB dalam paritas daya beli menjadi pertimbangan) dari negara-negara berkembang di Asia. Hubungan antara ekonomi-ekonomi negara-negara industri dan juga mungkin lebih lemah. Adanya krisis domestik juga memainkan peran penting dalam rendahnya tingkat korelasi siklus ekonomi dengan negara-negara industri.
Dari pemaparan sebelumnya didapat asumsi bahwa intensitas perdagangan sebagai penentu potensi sinkronisasi siklus ekonomi antara negara-negara berkembang Asia dan negara-negara OECD. Secara khusus diuji antara tingkat perdagangan antara beberapa negara dan negara berkembang di kawasan Asia. Hubungan perdagangan antarnegara yang lebih intensif, memperkuat sinkronisasi pergerakan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut. Lebih jauh, derajat sinkronisasi  tentunya  berbeda karena tingkat frekuaensinya pun berbeda, misalnya akibat kebijakan ekonomi yang berbeda mungkin menyebabkan divergensi dalam siklus ekonomi.
Korelasi yang kontras terlihat  di seluruh negara-negara OECD. Meskipun sulit untuk melihat pola dinamika hubungan yang jelas, dari pemaparan sebelumnya terlihat korelasi dinamis cenderung lebih tinggi bagi negara-negara dengan hubungan perdagangan yang intensif dengan China dan India. Selain itu, perbandingan korelasi dinamis pada tahun 2008 dan 2007 menunjukkan bahwa siklus ekonomi terutama dari China dan India telah menjadi lebih mirip dengan siklus ekonomi mitra utama perdagangan.
Penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa integrasi perdagangan berjalan biasanya beriringan dengan integrasi keuangan. Investasi asing langsung negara OECD ke Cina memiliki hubungan dengan perdagangan mereka ke dan dari China, misalnya. Menurut Biro Administrasi Negara Cina Valuta Asing (SAFE, 2009) ke dalam saham FDI menyumbang hampir 60% dari kewajiban internasional China pada akhir tahun 2007. Seperti Cina mempertahankan pembatasan neraca modal untuk banyak transaksi.
Setelah dua tahun dianalisis, intensitas perdagangan antara negara-negara OECD dan raksasa Asia memiliki dampak signifikan terhadap perubahan hubungan dari PDB pada frekuensi siklus ekonomi. Intensitas perdaganga kurang  berpengaruh pada korelasi dinamis gerakan PDB pada frekuensi jangka pendek.
Krisis keuangan global yang dimulai pada tahun 2008 mungkin telah meningkatkan kedekatan hubungan antara siklus ekonomi dan perdagangan di negara berkembang. Selain itu, pergerakan siklus ekonomi antara Cina dan India dengan negara-negara OECD meningkat setelah krisis keuangan, meskipun tetap relatif rendah. Penjelasan yang paling jelas untuk korelasi peningkatan siklus ekonomi selama krisis tentu saja akibat runtuhnya perdagangan luar negeri, yang telah mempengaruhi baik India dan terutama Cina. Krisis keuangan itu sendiri memiliki dampak yang kurang berpengaruh bagi negara-negara tersebut, karena pasar keuangan dan perbankan kedua negara yang kurang terintegrasi dengan sistem keuangan global.
KESIMPULAN
Krisis keuangan global memiliki dampak besar pada siklus ekonomi negara-negara berkembang Asia, tak terkecuali bagi China dan India. Melalui analisis dinamika korelasi siklus ekonomi, didapat hasil korelasi siklus bisnis yang berbeda untuk frekuensi yang berbeda. Frekuensi siklus bisnis tradisional memiliki korelasi dinamis rendah atau bahkan negatif (siklus dengan periode antara 1,5 dan 8 tahun), yang umumnya disebut sebagai decoupling dalam siklus ekonomi, tetapi krisis keuangan telah terbukti dapat meningkatkan korelasi siklus ekonomi antara China dan India dengan dengan negara-negara OECD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas perdagangan memiliki efek positif pada harmonisasi siklus bisnis. Peningkatan pergerakan bisa menerjemahkan peningkatan peran hubungan perdagangan. Namun, dengan memperluas hubungan ini untuk intra-industri perdagangan, kita menemukan hubungan negatif antara variabel dan korelasi siklus bisnis sementara intensitas perdagangan menjadi besarnya kurang dan kadang-kadang tidak signifikan. Hasil ini mendukung pandangan bahwa proses integrasi kemungkinan akan mendorong spesialisasi dan kemudian desinkronisasi siklus bisnis. Hal ini juga menunjukkan bahwa jaringan perdagangan sendiri tidak menjamin konvergensi siklus bisnis jika negara-negaranya tidak sama.
Pergerakan siklus ekonomi umumnya meningkat sebagai akibat dari krisis keuangan global. Hal ini bertentangan dengan hipotesis decoupling, atau setidaknya merupakan kemunduran temporer dalam tren mmenuju korelasi lebih rendah dari tingkat pertumbuhan GDP di negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya tingkat sinkronisasi siklus ekonomi antara negara-negara berkembang di Asia dan negara-negara industri adalah hasil dari guncangan dari krisis ekonomi sebelumnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MOTIVASI MANAJEMEN

Teori Produksi Jangka Pendek

EKONOMI MIKRO :PERMINTAAN DAN PENAWARAN