Brand Engangement

Sebuah merek memainkan peranan penting bagi sebuah produk dan perusahaan. Membentuk jalinan kuat antara konsumen dan merek menjadi tujuan utama dari aktivitas pemasaran. Faktor penting dalam memahami perilaku konsumen dapat ditentukan melalui bagaimana konsumen menggunakan suatu merek. Diantara banyak cara konsumen berinteraksi dengan produk atau merek tertentu, brand engagement salah satu prediktor terkuat dalam menentukan loyalitas konsumen terhadap suatu merek. Pengetahuan akan suatu merek tidaklah cukup bagi menentukan loyalitas konsumen terhadap produk, sehingga dibutuhkan keterikatan emosional dalam bentuk komitmen terhadap suatu merek atau kecintaan merek. Keterikatan tersebut dapat diidentifikasi melalui adanya sikap yang didasarkan atas kemauan untuk mempertahankan hubungan jangka panjang degan suatu merek tertetu. Secara definisi brand engagement dapat diartikan sebagai proses pembentukan hubungan yang bermakna antara konsumen dengan sebuah brand, dimana dalam proses

KURIKULUM TUJUAN IPS



A.Pengertian Kurikulum

Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school.

Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
  1. kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
  2. kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
  3. kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
  4. kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian : (1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan

B.Tujuan IPS

Sama halnya tujuan dalam bidang-bidang yang lain, tujuan pembelajaran IPS bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki, tujuan pendidikan nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan. Selanjutnya pencapaian tujuan institusional ini secara praktis dijabarkan dalam tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran pada setiap bidang studi dalam kurikulum, termasuk bidang studi IPS.

Akhirnya tujuan kurikuler secara praktis operasional dijabarkan dalam tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran. Sub bahasan ini dibatasi pada uraian tujuan kurikuler bidang studi IPS.Tujuan kurikuler IPS yang harus dicapai sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut:
  • membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat;
  • membekali peserta didik dengan kemapuan mengidentifikasi, menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat;
  • membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian;
  • membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian kehidupannya yang tidak terpisahkan; dan
  • membekali peserta didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembagan kehidupan, perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu dan teknologi.

Kelima tujuan di atas harus dicapai dalam pelaksanaan kurikulum IPS di
berbagai lembaga pendidikan dengan keluasan, kedalaman dan bobot yang sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan yang dilaksanakan.



C.Kurikulum Tujuan IPS

Proses belajar mengajar yang dilaksanakan di kelas merujuk kepada kurikulum. Kurikulum harus dapat mampu mengikuti derap pembangunan, agar peserta didik yang telah selesai programnya dapat terjun ke masyarakat.

Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan- kekuatan fundamental yang peka sekali karena hasil kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efetif (Zais, 1976 : 322). Selain itu untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajaran. Namun demikian sebenarnya tidak cukup hanya isi/ bahan ajaran saja yang dipikirkan dalam kegiatan pengembangan kurikulum, lebih dari itu adalah pengalaman belajar yang mampu mendukung pencapaian tujuan pengalaman belajar yang mampu mendukung pencapaian tujuan secara efektif.

Hal ini berarti kita memandang kurikulum sebagai suatu rencana untuk belajar dan tujuan menentukan belajar apa yang penting, maka kurikulum secara pasti mencakup seleksi dan organisasi isi/ materi dan pengalaman belajar (Taba, 1962:266). Isi/ materi kurikulum adalah semua pengetahuan, keterampilan, nilai- nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/ bidang studi. Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar tentang atau belajar bagaiman disiplin berpikir dari suatu disiplin ilmu.

Dengan demikian jelaslah bahwa baik materi/ isi kuriklum dan pengalaman belajar harus dipikirkan dan dikaji serta diorganisasikan dalam pengembangan kurikulum. Pentingnya materi/ isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat dilihat dari pernyataan taba (1962:263) berikut ini : “Selecting the content with accompanying learning experiences, is one of the two central decision in curriculum making and therefore rational method of going about it is a matter o great content.”

Tujuan- tujuan kurikulum meliputi :
1.      Tujuan institusional (Lembaga, sekolah)
Tujuan Institusional adalah perumusan secara umum pola perilaku dan pola kemampuannya yang harus dimiliki oleh setiap lembaga pendidikan yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi dan tugas yang harus dipikul oleh setiap lembaga dalam rangka menghasilkan lulusan dengan kemampuan dan keterampilan tertentu
sebagai subsistem pendidikan nasional, tujuan institusional untuk setiap lembaga pendidikan tidak dapat terlepas dari tujuan pendidikan nasional. hal ini disebabkan setiap lembaga pendidikan ingin menghasilkan lulusan yang akan menunjang tinggi martabat bangsa dan negaranya, yang bertekad untuk mempertahankan falsafah pancasila sebagai dasar negara, di samping kemampuan dan keterampilan tertentu sesuai dengan kekhususan setiap lembaga. 
dengan demikian, perumusan tujuan institusional dipengaruhi oleh tiga hal: (a) tujuan pendidikan nasional (b) kekhususan setiap lembaga; dan (c) tingkat usia peserta didik
tujuan institusional itu dicapai melalui pemberian berbagai pengalaman belajar kepada peserta didiknya


·         Tujuan  pembelajaran khusus/ tujuan instruksional khusus

Keterangan
Tujuan Instruksional Umum
(TIU)
Tujuan Instruksional Khusus
(TIK)
Pengertian
Menurut Grounlund dalam Harjanto (2008):

Tujuan instruksional umum  (TIU) adalah hasil belajar yang diharapkan yang dinyatakan secara umum dan berpedoman pada perubahan tingkah laku dalam kelas. Tujuan instruksional umum (TIU) merupakan serangkaian hasil belajar yang bersifat khusus.
Menurut Bryl Shoemakar dalam harjanto (2008):

Tujuan instruksional khusus (TIK) adalah pernyataan yang menjelaskan rencana perubahan dari seseorang yang belajar tentang apa yang diinginkan jika ia menyelesaikan suatu pengalaman belajar. Dengan demikian dapat diartikan perumusan tujuan instruksional khusus (TIK) adalah perumusan perubahan tingkah laku/kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah mengikuti suatu program pengajaran tertentu
Kegunaan
Menurut Harjanto (2008) adalah:
1.      Memberikan kriteria yang pasti untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik.
2.      Memberikan kepastian mengenai kemampuan yang diharapkan dari peserta didik.
3.      Memberikan dasar untuk mengembangkan alat evaluasi untuk mengukur efektifitas pengajaran.
4.      Menentukan petunjuk dalam menentukan materi dan strategi instruksional.
5.      Petunjuk bagi peserta didik tentang apa yang dipelajari dan apa yang akan dinilai dalam mengikuti suatu pelajaran.
6.      Peserta didik akan mengorganisasikan usaha dan kegiatannya untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditentukan.
Masih menurut Gronlund dalam Harjanto (2008), dalam perumusan tujuan umum instruksional (TIU) terlebih dahulu menyusun jenis hasil belajar yang diharapkan dan jenis-jenis hasil belajar yang dapat digunakan sebagai sumber dalam perumusan tujuan insrtruksional umum  (TIU) yaitu harus memperhatikan hal-hal seperti berikut : 
Mencakup tujuan yang diharapkan secara umum tentang apa yang dapat dicapai dalam proses pengajaraan dalam satu waktu tertentu.

Tidak terlepas dari konteks tujuan-tujuan kurikuler maupun tujuan yang diatasnya.

Selaras dengan mempertimbangakan prinsip-prinsip belajar.

Cukup realistis dengan keadaan kemampuan peserta didik waktu yang tersedia dan fasilitas yang ada.

Mempunyai indikasi yang kuat bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku peserta didik.


Menurut Suparman (2004): merumuskan tujuan instruksional khusus (TIK) merupakan:
1.   Dasar dan pedoman bagi seluruh proses pengembangan tujuan instruksional selanjutnya (perumusan TIK merupakan titik permulan sesungguhnya dari proses pengembangan instruksional).
2.      Alat untuk menguji validitas isi tes (isi pelajaran yang akan diajarkan disesuaikan dengan apa yang akan dicapai).
3.      Arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai peserta didik pada akhir proses instruksional.

Menurut Knirk dan Gustafson dalam Hernawan (2005) dalam merumuskan tujuan instruksional khusus hendaknya harus mencakup unsur-unsur/komponen yang dikenal dengan singkatan ABCD (Audience, Behavior, Condition, Degree). Berikut ini penjelasan tentang komponen perumusan TIK. 
1.      Audience = A
Yaitu siswa yang belajar untuk mencapai tujuan. Artinya tujuan yang dirancang untuk siswa bukan guru. Oleh sebab itu komponen siswa harus selalu ada pada setiap perumusan TIK. Contohnya: siswa kelas 1, siswa kelas 6  dan sebagainya.
2.      Behavior = B
Yaitu kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Komponen ini terdiri atas kata kerja yang menunjukkan kemampuan yang harus ditampilkan siswa dan materi yang dipelajari siswa. Kemampuan tersebut dinyatakan dalam bentuk kata kerja operasional seperti menjelaskan, memberi, contoh, menyusun, membuat, merakit,menunjukkan, mengenal dan sebagainya. Contohnya: membuat larutan oralit, menunjukkan letak ibukota propinsi dan sebagainya.
3.      Condition = C
Yaitu keadaan yang dipersyaratkan ketika siswa diminta menunjukkan atau mendemonstrasikan perilaku atau kemampuan yang diharapkan. Contohnya: “diberikan  sejumlah data, siswa dapat….”(ini berarti bahwa pada saat kita meminta siswa menunjukkan kemampuan tersebut kita harus menyediakan data)  atau  “dengan menggunakan rumus ABC, siswa dapat….” (ini berarti siswa dianggap sudah menguasai kemampuan tersebut apabila siswa melakukannya dengan menggunakan rumus ABC. Apabila tidak menggunakan rumus ABC berarti siswa belum menguasai tujuan tersebut).
4.      Degree = D
Yaitu tingkat ukuran yag dicapai untuk menentukan keberhasilan atau penguasaan siswa terhadap tingkah laku khusus yang ditetapkan. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dapat dianggap diterima. Contohnya: “siswa dapat menjelaskan lima karakteristik pemimpin yang demokratis” (siswa dianggap belum menguasai tujuan tersebut jika hanya mampu menjelaskan dua atau tiga karakteristik ersebut) atau  “siswa dapat menjelaskan dua alas an penting transmigrasi” (siswa dianggap belum menguasai tujuan tersebut bila siswa hanya mampu menjelaskan satu alasan saja).
Contoh
Menurut Hernawan (2005)  pada pokok bahasan Pesawat Sederhana, mata pelajaran IPA kelas V SD  adalah: “Siswa memahami pengertian dan fungsi pesawat sederhana seerta mampu menerapkannya dalam pekerjaan sehari-hari”. Contoh tujuan instruksional umum (TIU) menurut Agung (2009) pada pokok bahasan Fluida, mata pelajaran Fisika kelas XI SMA adalah: “Siswa akan dapat menganalisis hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statik dan dinamik serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari”.


Penjabaran komponen perumusan TIK (ABCD)
·    Siswa kelas 1 SD mampu membaca wacana dengan lancar setelah dijelaskan oleh guru.
· Seusai pelatihan kepemimpinan sebagian besar mahasiswa mampu menerapkan konsep kepemimpinan dengan baik.
·      Sebanyak 50% mahasiswa FE UNJ mampu mendapatkan beasiswa unggulan setelah mengalami proses penyeleksian yang ketat.
·   Seluruh maba UNJ 2011 mampu menyelesaikan rangkaian MPA dengan tertib setelah mendapat pengarahan dan bimbingan dari kakak mentornya.
·   Sebagian besar mahasiswa B Reguler dapat menyelesaikan rekap buku besar setelah mendapat penjelasan dari dosen dengan benar.





·       


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MOTIVASI MANAJEMEN

Teori Produksi Jangka Pendek

EKONOMI MIKRO :PERMINTAAN DAN PENAWARAN