a. Pengertian
Inflasi
Inflasi merupakan suatu fenomena moneter yang dialami
oleh setiap negara. Stabilitas perekonomian seringkali dikaitkan dengan tingkat
inflasi sebagai suatu pertimbangan penting bagi pemerintah selaku pembuat
kebijakan serta bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan, baik keputusan
dalam melakukan konsumsi, investasi ataupun produksi. Inflasi juga berperan
dalam mempengaruhi mobilisasi dana melalui lembaga keuangan formal.
Istilah inflasi memiliki banyak pengertian, ahli ekonomi
mendefinisikan inflasi dengan cara yang berbeda-beda. Menurut Peter Bernholz,
inflasi adalah kenaikan tingkat harga dalam jangka waktu yang lama, umumnya
beberapa tahun, yang diukur melalui satu atau beberapa indikator harga.
Pernyataan tersebut mencakup dua indikator penting berkaitan dengan pengertian
inflasi yaitu adanya kenaikan tingkat harga dan berlangsung dalam kurun waktu
yang lama.
Sementara, McConnell mengartikan inflasi sebagai kenaikan
tingkat harga secara umum.
Sedikit berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh Bernholz, definisi
McConnell tidak memaparkan secara spesifik rentang waktu tertentu sebagai syarat terjadinya inflasi. Pemaparan lebih
lanjut dari definisi tersebut lebih menggambarkan inflasi sebagai suatu kondisi
dimana terjadi penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga.
William A. McEachern
yang mendefinisikan inflasi sebagai peningkatan secara berkelanjutan tingkat
harga rata-rata dalam suatu perekonomian.
Arti berkelanjutan dalam definisi tersebut menggambarkan bahwa kenaikan tingkat
harga terjadi secara terus menerus. Jika tingkat harga berfluktuasi naik satu
bulan dan turun pada bulan selanjutnya, maka kenaikan tersebut tidak disebut
inflasi.
Boediono mendefinisikan inflasi sebagai terjadinya
kenaikan harga-harga barang yang bersifat umum dan berlangsung secara
terus-menerus. Inflasi merujuk pada suatu keadaan dimana terjadi kecenderungan
kenaikan dari harga-harga secara umum. Syarat terjadinya inflasi diantaranya
adalah kenaikan harga tidak hanya meliputi kenaikan satu jenis barang, kecuali
bila kenaikan tersebut meluas atau mengakibatkan kenaikan kepada harga barang
lain. Syarat lain terjadinya inflasi ialah kecenderungan kenaikan harga yang
terjadi secara terus menerus, dalam artian kenaikan harga tersebut tidak hanya
terjadi sementara waktu, misalnya hanya ketika hari besar keagamaan atau musim
tertentu.
Artinya walaupun terjadi kenaikan inflasi dalam presentase yang besar dalam
suatu kurun waktu singkat (mingguan atau bulanan), maka fenomena tersebut tidak
dapat dikatakan sebagai inflasi.
Romer mengartikan inflasi sebagai kenaikan rata-rata
tingkat harga dari barang dan jasa berkaitan dengan uang.
Dibandingkan dengan definisi sebelumnya, pengertian yang diberikan Romer lebih
menekankan terjadinya inflasi sebagai kenaikan tingkat harga akibat perubahan
keseimbangan di pasar uang.
Selanjutnya,
untuk memahami mengenai pengertian inflasi, Romer mengilustrasikan keseimbangan
permintaan uang riil sebagai penurunan tingkat bunga nominal dan peningkatan
pendapatan secara riil. Apabila ditulis kedalam persamaan, keseimbangan uang
riil adalah L(i,Y), Li < 0, LY
> 0, dimana i adalah tingkat bunga nominal dan Y adalah pendapatan riil. M
sebagai jumlah uang dan P menyatakan tingkat harga. Sehingga dapat dituliskan :
M/P = L(i,Y)
Kondisi ini menyiratkan bahwa P menyatakan tingkat harga sebegai determinan
inflasi yang ditentukan oleh :
P = P = M/(L(i,Y))
Melalui persamaan diatas diketahui terdapat banyak faktor
potensial yang menyebabkan timbulnya inflasi.
Kenaikan tingkat harga sebagai penentu tingkat inflasi merupakan
kenaikan dari jumlah uang beredar, kenaikan tingkat suku bunga nominal,
penurunan output dan penurunan permintaan uang.
Sebaliknya, persamaan diatas juga mengisyatkan adanya
hubungan antara inflasi dengan tingkat suku bunga nominal, dimana keseimbangan
tingkat suku bunga nominal dan tingkat output secara bersama-sama ditentukan
oleh tingkat harga dan jumlah uang. Tingkat suku bunga nominal dalam persamaan
sebelumnya merupakan penjumlahan antara tingkat suku bunga riil dengan tingkat
inflasi.
i = r + πe
Serupa dengan Romer, penegasan hubungan
antara inflasi dengan tingkat suku bunga
nominal juga dikemukakan oleh Mankiw yang menyatakan bahwa inflasi mempengaruhi
tingkat suku bunga nominal melalui efek Fisher.
Berdasarkan pengertian tersebut maka inflasi dapat
didefinisikan sebagai kenaikan tingkat harga secara umum yang berakibat pada
fluktuasi suku bunga nominal. Inflasi yang diteliti
diukur berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK), dan dinyatakan dalam bentuk
presentase. Dalam penelitian ini, data Inflasi yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS) berupa data kuartalan tahun 2010-2014.
b. Pengukuran
Laju Inflasi
Pengukuran tingkat inflasi sebagai suatu gejala
perekonomian berkelanjutan. umumnya dilakukan secara tahunan. Tingkat inflasi
tahunan merupakan presentase peningkatan rata-rata tingkat harga dari satu
tahun ke tahun berikutnya.
Dasar pengukuran inflasi salah satunya adalah Indeks Harga Konsumen. Presentase
IHK merupakan salah indikator inflasi yang dihitung dengan mengubah harga
berbagai barang dan jasa menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur tingkat
harga. Penghitungan tingkat inflasi dengan menggunakan IHK dilakukan dengan
cara mengurangkan IHK tahun berlaku dengan IHK tahun dasar dan membaginya
dengan IHK tahun dasar.
Pengukuran lain inflasi atau tingkat harga dapat
menggunakan PDB deflator, walaupun sebenarnya PDB deflator bukanlah indeks
harga namun PDB deflator memiliki tujuan yang sama dengan undeks harga yaitu
untuk mengukur seberapa besar perubahan harga yang merupakan indikasi inflasi.
Pengukuran perubahan tingkat harga dilakukan dengan cara membagi PDB nominal
dengan PDB riil lalu mengalikannya dengan 100.
c. Macam
Inflasi
Terdapat berbagai cara menggolongkan inflasi, dan
masing-masing dapat dipilih sesuai dengan tujuan penggolongannya. Terdapat
beberapa kategori yang dapat digunakan yaitu berdasarkan tingkat keparahannya,
berdasarkan penyebabnya, dan berdasarkan asal inflasi.
Pertama berdasarkan parah tidaknya inflasi, penggolongan
inflasi dapat dibedakan menjadi :
· Inflasi
ringan (dibawah 10% setahun). Inflasi ini disebut juga dengan inflasi merayap
(creeping inflation)
· Inflasi
sedang (antara 10-30% setahun) atau biasa disebut galloping inflation biasanya
itandai dengan naiknya harga-harga secara cepat dan relative besar
· Inflasi
berat (antara 30-100% setahun) atau high inflation biasanya ditandai dengan
kenaikan/perubahan harga yang sangat tinggi
·
Hiperinflasi (diatas 100% setahun) yaitu
inflasi yang ditandai dengan naiknya harga secara drastic hingga menjadi 4
digit (diatas 100%). Pada inflasi ini masyarakat tidak lagi menyimpan uang
karena nilai uang merosot sangat tajam sehingga lebih baik dibelikan/ditukarkan
dengan barang-barang
Kedua, penggolongan inflasi
dilakukan berdasarkan sebab terjadi atau munculnya inflasi yang dibedakan
menjadi :
·
Demand
full inflation/ inflasi permintaan inflasi ini timbul karena sementara
masyarakat terhadap berbagai barang terlalu kuat sementara di sisi lain, tenaga
kerja telah mencapai kesempatan kerja penuh sehingga terjadi kelebihan
permintaan. Kondisi ini jika berlangsung terus-menerus akan menciptakan
kenaikan harga barang/inflasi
·
Cost
push inflation/ inflasi penawaran. Inflasi ini timbul karena kenaikan
biaya produksi atau berkurangnya penawaran agregatif. Kenaikan biaya produksi
tersebut bias jadi dikarenakan mahalnya harga bahan baku, tuntutan kenaikan
upah maupun karena terdefresiasinya nilai tukar dalam negeri.
Penggolongan ketiga adalah dilakukan berdasarkan asal dari inflasi,
dimana penggolongannya yang dibedakan menjadi :
·
Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation). Inflasi ini
biasanya disebabkan adanya defisit dalam pembiayaan dan belanja Negara yang
terlihat pada APBN, bencana alam, gagal panen dan lain sebagainya.
· Inflasi
yang berasal dari luar negeri (imported
inflation). Inflasi ini disebabkan Negara-negara yang menjadi mitra dagang
mengalami inflasi, sehingga menyebar ke negara-negara yang menjadi mitranya.
d. Biaya
Inflasi
O’ Sullivan menyatakan
bahwa inflasi akan memunculkan dampak sampingan berupa muncul biaya-biaya
tambahan akibat kenaikan harga. Ekonom umumnya membagi biaya akibat inflasi
dalam dua kategori. Pertama, meliputi biaya yang berhubungan dengan inflasi
yang diharapkan (expected inflation)
atau telah diantisipasi. Kedua meliputi biaya yang berhubungan dengan inflasi
yang tidak diharapkan (unexpected
inflation) atau tidak terantisipasi. Walaupun inflasi sesungguhnya
menyebabkan kedua jenis biaya tersebut.
· Inflasi
yang Diantisipasi (expected inflation)
Suatu perekonomian umumnya
memiliki target inflasi tahunan yang dapat dijadikan dasar penyesuaian oleh
para pelaku ekonomi. Namun pada prakteknya, walaupun inflasi tersebut telah
diantisipasi, masih terdapat biaya yang muncul atas inflasi tersebut. Ekonom
umumnya menyebutnya sebagai menu costs.
Pemilik restoran, produsen katalog, dan usaha lainnya harus merubah harga
secara berkala karena perubahan biaya akibat inflasi. Contohnya mereka harus mencetak kembali daftar menu atau papan
iklan. Para ekonom percaya bahwa biaya tersebut relatif kecil untuk suatu perekonomian.
Inflasi
akan mengikis nilai uang tunai yag dipegang masyarakat. Dampaknya, masyarakat
akan memegai lebih sedikit uang tunai. Jika masyarakat memegang lebih sedikit
uang tunai, mereka harus mengunjungi bank atau ATM lebih sering untuk memenuhi
kebutuhan transaksi. Ekonom menggunakan istilah shoe-leather costs sebagai istilah bagi tambahan biaya yang muncul
akibat adanya inflasi bagi orang-orang yang memegang sedikit uang tunai.
· Inflasi
yang Tidak Diantisipasi (unexpected
inflation)
Biaya dari inflasi yang
tidak diharapkan dapat berupa perubahan distribusi pendapatan. Inflasi dapat
menurunkan pendapatan masyarakat, khususnya yang berpenghasilan tetap. Misalnya
target inflasi yang diharapkan tahun 2014 adalah 5%, maka kenaikan penghasilan
yang dinegosiasikan kurang lebih sebesar
5%. Namun ketika kenyataannya, tingkat inflasi aktual pada tahun 2014 yaitu
sebesar 7% maka kenaikan penghasilan 5% tidak dapat mengimbangi laju inflasi
tersebut dan cenderung mengakibatkan penurunan pendapatan secara riil. Disisi
lain, apabila tingkat inflasi lebih rendah daripada yang ditargetkan maka
perusahaan akan menanggung kerugian berupa beban operasional. Sepanjang tingkat inflasi berada diluar target yang
diharapkan, maka akan ada pihak yang menanggung keuntungan ataupun kerugian.
Adanya redistribusi akibat inflasi akan
membebani perekonomian suatu negara. Jika masyarakat mengalami inflasi yang
tidak diharapkan, baik individu maupun lembaga akan mengubah perilakunya dalam
melakukan kegiatan ekonomi. Contoh, seorang investor potensial tidak akan mampu
meminjam dana dari bank dengan tingkat bunga tetap, tapi dengan adanya persyaratan
pinjaman dimana tingkat bunga dapat disesuaikan dengan tingkat inflasi, maka
investor tersebut memiliki kesempatan. Dipihak lain, bank juga tidak ingin
meminjamkan dana pada tingkat bunga tetap apabila terdapat potensi bahwa
inflasi akan mengikis nilai riil dana tersebut lebih besar dibandingkan
keuntungan yang diharapkan. Sehingga pada perbankan, terjadinya inflasi yang
tidak diharapkan cenderung mengkibatkan resiko atas kesalahan kalkulasi dari
keuntungan yang diharapkan sehingga berpotensi menimbulkan penurunan
keuntungan. Sementara bagi investor, adanya inflasi yang tidak diharapkan akan
menimbulkan resiko berupa biaya tambahan diluar perencanaan.
Peter Bernholz, Monetary Regimes and
Inflation History : Economic and Political, Relationships, Edward Elgar Publishing Limited, Massachusetts, 2003, hlm. 1
William A. McEachern, Macroeconomics:
A Contemporary Introduction :10th Edition, Ohio, South-Western Cengage Learning, 2014, hlm 149
Thanks ya, artikel sangat membantu dalam menyelesaikan tugas perkuliahan tentang inflasi dan pengangguran. Kunjungi juga ya MAKALAH INFLASI DAN PENGANGGURAN
BalasHapusInflasi terus menggerus! memang udah saatnya pinter-pinter deh atur duit.. Baca artikel ini agar terhindar dari inflasi.
BalasHapusinvestasi yang aman dari inflasi
Yuk di lihat nih Asuransi Kesehatan Online
BalasHapus