Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 2008 memiliki pengaruh
kuat terhadap pembangunan ekonomi di negara berkembang Asia. Apabila dikaji
secara lebih spesifik, terlihat bahwa frekuensi siklus ekonomi cenderung
memiliki dinamika hubungan negatif dimana siklus perekonomian sangat
terpengaruh oleh krisis keuangan global. Hingga ditemukan hubungan substansial
dari ikatan perdagangan dengan korelasi dinamis tingkat pertumbuhan GDP di
negara-negara berkembang Asia dan negara-negara anggota OECD. Pembahasan
selanjutnya akan difokuskan pada dampak krisis keuangan global terhadap siklus
ekonomi di negara berkembang Asia khususnya Cina dan India dengan melihat
sinkronisasinya dengan negara-negara OECD.
OECD (Organisation
for Economic Co-operation and Development) merupakan sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. OECD bekerjasama
dengan pemerintah untuk mendorong perubahan ekonomi, sosial dan lingkungan
dengan mengukur produktivitas dan arus perdagangan global dan investasi. Cina
dan India berstatus sebagai calon anggota OECD saat ini (2012). OECD memiliki
34 anggota, yang mayoritas merupakan kategori negara maju.
Dalam
kurun beberapa dekade belakangan, secara bertahap negara-negara berkembang
mulai melakukan ekspansi dalam bidang ekonomi dalam kerangka globalisasi. Cina telah memiliki peranan penting dalam
pertumbuhan ekonomi global. Dan belakangan, Cina telah diikuti oleh india dan
kemungkinan juga oleh negara berkembang yang lebih kecil lainnya. Cina adalah
negara yang memegang peranan penting dalam ekspor impor dalam lingkup global.
Baru-baru ini, India tampaknya mengikuti perkembangan Cina, namun ekonomi India
lebih terfokus pada bidang pelayanan dibandingkan manufaktur yang merupakan
ciri orientasi perekonomian Cina.
Globalisasi merupakan faktor yang mempengaruhi
pergerakan siklus ekonomi. Melalui peningkatan peranan negara berkembang
melalui berbagai sektor perekonomian, pengaruh China dan India dalam ranah
ekonomi global menguat. Melalui aliran investasi dari negara-negara berkembang,
terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi. Meskipun dalam lingkup globalisasi,
siklus ekonomi di negara-negara industri dan negara berkembang Asia sejauh ini mayoritas masih tetap
independen satu sama lain (decoupling). Dampak krisis keuangan global lebih kontras
terlihat dalam perekonomian Asia dibandingkan kemerosotan secara global,
mengingat jaringan perdagangan lebih luas dan adanya integrasi keuangan negara
Asia, terutama dengan Amerika Serikat.
Decoupling mengacu pada penurunan korelasi. Suatu konsep
bahwa pasar dunia berkembang tidak perlu lagi bergantung pada permintaan AS
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, adalah contoh dari decoupling ekonomi.
Padahal, pasar negara berkembang pada satu titik bergantung pada ekonomi AS,
banyak analis berpendapat bahwa saat ini beberapa pasar negara berkembang,
seperti Cina, India dan Brazil, telah menjadi pasar yang cukup besar bagi
mereka sendiri, untuk barang dan jasa. Argumen untuk decoupling menunjukkan
bahwa ekonomi akan mampu menahan ekonomi AS yang goyah.
Arus perdagangan merupakan faktor terpenting dalam
siklus ekonomi. Frankel dan Rose (1998) menemukan hubungan positif yang kuat
antara intensitas perdagangan dan korelasi siklus ekonomi antara negara-negara
OECD. Selanjutnya akan dibahas mengenai korelasi tersebut dengan menganalisis
faktor-faktor penentu baik konvergen maupun divergen dalam siklus ekonomi
antara negara-negara OECD dan dua negara berkembang terbesar di Asia (sering
disebut sebagai raksasa Asia).
Dalam perekonomian terbuka, faktor eksternal memainkan
peran yang penting dan seringkali menentukan arah kebijakan domestik, dengan
tujuan untuk melakukan isolasi ekonomi dari gejolak ekonomi eksternal yang
merugikan. Negara berkembang Asia dengan orientasi ekspor yang kuat memiliki
resiko lebih besar akibat gejolak asing.
Adanya integrasi ekonomi di antara negara-negara dapat
mengakibatkan peningkatan sinkronisasi siklus ekonomi diantara masing-masing
negara, karena hubungan dagang berfungsi sebagai saluran untuk mentransmisi
gejolak antar negara. Artinya apabila terjadi suatu gejolak ekonomi di suatu
negara maka dampaknya tidak hanya terpusat pada satu negara tersebut, melainkan
terbagi secara merata ke beberapa negara yang terintegrasi.
Peran hubungan dagang telah dipelajari secara
ekstensif dalam konteks ini. Secara esensi, negara-negara yang melakukan
perdagangan lebih intensif juga memiliki mobilitas output yang tinggi baik
dalam bentuk barang maupun jasa. Namun tingginya intensitas perdagangan
tersebut bukanlah faktor utama yang menentukan sinkronisasi siklus ekonomi.
Perdagangan antarnegara bukanlah satu-satunya faktor
yang mempengaruhi siklus ekonomi seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.
Integrasi keuangan merupakan indikator lain yang mempengaruhi siklus ekonomi,
integrasi keuangan yang lebih kompleks memungkinkan spesialisasi yang lebih
besar. Secara lebih lanjut, hal tersebut mengakibatkan penurunan korelasi
siklus ekonomi nasional dan mengarahkan ke arah global. Namun, dalam studi
empiris menunjukkan bahwa korelasi antara integrasi keuangan dan kesamaan
siklus ekonomi adalah positif. Spesialisasi vertikal (lebih dominan mengekspor
barang setengah jadi) yang mendominasi perdagangan Cina dan India menyebabkan
divergensi siklus ekonomi antar negara-negara yang menjadi mitra.
Namun di wilayah Asia Timur, didapati bahwa integrasi
perdagangan menjadi faktor yang lebih dominan dibandingkan integrasi keuangan
dalam meningkatkan mobilitas barang dan jasa. Perdagangan merupakan faktor
penentu penting dari korelasi siklus ekonomi bagi negara-negara Asia Timur.
Melalui, peningkatan pangsa produk elektronik dalam perdagangan luar negeri
meningkatkan korelasi siklus ekonomi bagi negara-negara di sekitar
Pasifik. Iwatsubo dan Ogawa (2009)
menganalisis kesamaan penyesuaian eksternal antara negara-negara Asia.
Melalui penelitian secara kuantitatif, didapat
deskripsi bahwa pertumbuhan ekonomi di India dan Cina mengalami peningkatan
dibandingkan negara-negara OECD. Dalam kurun beberapa dekade terakhir Cina
memiliki pertumbuhan ekonomi tercepat, disusul oleh India. Pertumbuhan ekonomi
dari kedua negara tetap sangat stabil sebelum percepatan yang terjadi pada
tahun 2007. Pada tahun 2008, krisis keuangan dan ekonomi global menyebabkan
perlambatan pertumbuhan di kedua negara. Sementara Cina dan India telah
menggunakan kebijakan dalam negeri untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Siklus ekonomi di negara berkembang memiliki
karakteristik rendahnya korelasi siklus ekonomi dengan negara maju. Namun pada
kenyataannya, Cina memiliki hubungan perdagangan yang erat negara-negara maju.
Hubungan perdagangan antara China dan negara maju umumnya merupakan perdagangan
intra-industri akan mendukung sinkronisasi siklus ekonomi dalam jangka menengah
dan panjang.
Krisis keuangan global pada tahun 2008 kemungkinan menyebabkan
penurunan output agregat di semua wilayah. Perlambatan pertumbuhan di China,
India dan Amerika Serikat mulai terjadi di awal tahun 2008. Pola siklus ekonomi
internasional jauh lebih stabil jika melihat pergerakan siklus ekonomi dari
semua negara-negara maju terhadap Cina / India.
Terkait pembahasan decoupling, mereka mengkonfirmasi
tren positif dari sinkronisasi siklus ekonomi untuk kedua India dan China,
walaupun masih lemah. Namun, korelasi siklus ekonomi Cina dengan negara-negara
lain rata-rata meningkat 0,01 per tahun. Di India, tren secara statistik
berubah tidak signifikan. Pengaruh adanya krisis yang terjadi pada kuartal
ketiga 1997 dan kuartal keempat tahun 1998 memiliki efek yang berbeda antara
China dan India: krisis 1997 sederhana meningkat tingkat korelasi siklus ekonomi
untuk China, sementara itu secara signifikan menurunkan kesamaan siklus ekonomi
India dengan orang lain negara. krisis 1997 meningkatkan hubungan siklus ekonomi
untuk China, sementara itu secara signifikan menurunkan siklus ekonomi India
dengan negara-negara lain. Secara garis besar krisis keuangan global memiliki
dampak yang sama pada negara-negara berkembang di kawasan Asia seperti halnya
pada negara-negara industri.
Dari segi dinamika hubungan pergerakan siklus ekonomi
di negara berkembang. Penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa Pola pergerakan
siklus ekonomi yang sangat mirip terjadi padaa China dan India, berbeda dengan
pola korelasi dinamis antara negara-negara maju. Kedua negara menunjukkan
kesamaan yang lebih besar dengan negara-negara berkembang lainnya (misalnya
Israel, Korea, Meksiko, dan Turki).
Negara-negara OECD umumnya menunjukkan korelasi
dinamis tinggi dalam frekuensi siklus ekonomi dan pergerakan jangka panjang.
Sebaliknya, China dan India menampilkan tingkat yang cukup rendah dalam
dinamika pergerakan siklus ekonomi.
Namun, beberapa negara menunjukkan hubungan positif
pada frekuensi siklus ekonomi, termasuk negara-negara OECD non-Eropa. Beberapa
sampel yang menjelaskan bahwa perdagangan antara negara OECD non-Eropa lebih
intensif. Sama halnya dengan India hubungan perdagangan antara India dan
negara-negara OECD non-Eropa cenderung memiliki korelasi positif.
Dalam kajian siklus ekonomi jangka pendek ditemukan
suatu perbedaan besar. Dimana secara umum, korelasi dinamis cenderung meningkat
dan mengindikasikan hubungan ekonomi yang kuat antara pemasok dan produsen dari
Asia dan produsen tingkat akhir di negara maju. Bagi China, terdapat korelasi
jangka pendek yang tinggi, terutama untuk Amerika Serikat, Korea, Jepang, dan Israel.
Semua negara-negara memiliki karakteristik hubungan sangat dekat dengan China dalam
periode yang lebih lama. Korelasi Jangka pendek dengan siklus ekonomi India
adalah positif untuk Finlandia, Norwegia dan Swiss, meskipun perdagangan mereka
dengan India cukup sederhana. Hanya beberapa negara menunjukkan korelasi
positif yang tinggi dalam siklus jangka panjang dengan China dan India. Dinamika
korelasi ekonomi India sedikit lebih rendah daripada China.
Melalui perbandingan dinamika korelasi siklus ekonomi
antara krisis periode pertama (1997-1998) dengan krisis periode kedua 2008.
Ditemukan fakta bahwa frekuensi dinamika hubungan siklus ekonomi telah
meningkat sejak awal krisis keuangan global. Pola ini cenderung terlihat lebih
kuat di China daripada India. Untuk kedua negara, pola diubah dapat dilihat
terutama dalam hubungannya dengan Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.
Sebaliknya, beberapa negara Eropa kecil (misalnya Austria), tetapi juga Korea
dan Meksiko, menunjukkan stabilitas yang luar biasa dalam menghadapi krisis
dibandingkan dengan Cina dan India.
Dampak krisis keuangan global terutama pada frekuensi
siklus ekonomi menampakkan gejala bertentangan dengan hipotesis decoupling. Ini
berarti bahwa tingkat rendah kesesuaian siklus ekonomi mungkin sesuai dengan
proporsi besar (terutama ketika kita mengambil populasi dan PDB dalam paritas
daya beli menjadi pertimbangan) dari negara-negara berkembang di Asia. Hubungan
antara ekonomi-ekonomi negara-negara industri dan juga mungkin lebih lemah.
Adanya krisis domestik juga memainkan peran penting dalam rendahnya tingkat
korelasi siklus ekonomi dengan negara-negara industri.
Dari pemaparan sebelumnya didapat asumsi bahwa
intensitas perdagangan sebagai penentu potensi sinkronisasi siklus ekonomi
antara negara-negara berkembang Asia dan negara-negara OECD. Secara khusus
diuji antara tingkat perdagangan antara beberapa negara dan negara berkembang
di kawasan Asia. Hubungan perdagangan antarnegara yang lebih intensif,
memperkuat sinkronisasi pergerakan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut. Lebih
jauh, derajat sinkronisasi tentunya berbeda karena tingkat frekuaensinya pun
berbeda, misalnya akibat kebijakan ekonomi yang berbeda mungkin menyebabkan
divergensi dalam siklus ekonomi.
Korelasi yang kontras terlihat di seluruh negara-negara OECD. Meskipun sulit
untuk melihat pola dinamika hubungan yang jelas, dari pemaparan sebelumnya
terlihat korelasi dinamis cenderung lebih tinggi bagi negara-negara dengan
hubungan perdagangan yang intensif dengan China dan India. Selain itu,
perbandingan korelasi dinamis pada tahun 2008 dan 2007 menunjukkan bahwa siklus
ekonomi terutama dari China dan India telah menjadi lebih mirip dengan siklus ekonomi
mitra utama perdagangan.
Penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa integrasi
perdagangan berjalan biasanya beriringan dengan integrasi keuangan. Investasi asing
langsung negara OECD ke Cina memiliki hubungan dengan perdagangan mereka ke dan
dari China, misalnya. Menurut Biro Administrasi Negara Cina Valuta Asing (SAFE,
2009) ke dalam saham FDI menyumbang hampir 60% dari kewajiban internasional
China pada akhir tahun 2007. Seperti Cina mempertahankan pembatasan neraca
modal untuk banyak transaksi.
Setelah dua tahun dianalisis, intensitas perdagangan
antara negara-negara OECD dan raksasa Asia memiliki dampak signifikan terhadap
perubahan hubungan dari PDB pada frekuensi siklus ekonomi. Intensitas
perdaganga kurang berpengaruh pada
korelasi dinamis gerakan PDB pada frekuensi jangka pendek.
Krisis keuangan global yang dimulai pada tahun 2008
mungkin telah meningkatkan kedekatan hubungan antara siklus ekonomi dan
perdagangan di negara berkembang. Selain itu, pergerakan siklus ekonomi antara
Cina dan India dengan negara-negara OECD meningkat setelah krisis keuangan,
meskipun tetap relatif rendah. Penjelasan yang paling jelas untuk korelasi
peningkatan siklus ekonomi selama krisis tentu saja akibat runtuhnya
perdagangan luar negeri, yang telah mempengaruhi baik India dan terutama Cina.
Krisis keuangan itu sendiri memiliki dampak yang kurang berpengaruh bagi
negara-negara tersebut, karena pasar keuangan dan perbankan kedua negara yang
kurang terintegrasi dengan sistem keuangan global.
KESIMPULAN
Krisis keuangan global memiliki dampak besar pada siklus
ekonomi negara-negara berkembang Asia, tak terkecuali bagi China dan India. Melalui
analisis dinamika korelasi siklus ekonomi, didapat hasil korelasi siklus bisnis
yang berbeda untuk frekuensi yang berbeda. Frekuensi siklus bisnis tradisional memiliki
korelasi dinamis rendah atau bahkan negatif (siklus dengan periode antara 1,5
dan 8 tahun), yang umumnya disebut sebagai decoupling dalam siklus ekonomi,
tetapi krisis keuangan telah terbukti dapat meningkatkan korelasi siklus
ekonomi antara China dan India dengan dengan negara-negara OECD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas perdagangan
memiliki efek positif pada harmonisasi siklus bisnis. Peningkatan pergerakan
bisa menerjemahkan peningkatan peran hubungan perdagangan. Namun, dengan
memperluas hubungan ini untuk intra-industri perdagangan, kita menemukan
hubungan negatif antara variabel dan korelasi siklus bisnis sementara
intensitas perdagangan menjadi besarnya kurang dan kadang-kadang tidak
signifikan. Hasil ini mendukung pandangan bahwa proses integrasi kemungkinan
akan mendorong spesialisasi dan kemudian desinkronisasi siklus bisnis. Hal ini
juga menunjukkan bahwa jaringan perdagangan sendiri tidak menjamin konvergensi
siklus bisnis jika negara-negaranya tidak sama.
Pergerakan siklus ekonomi umumnya meningkat sebagai
akibat dari krisis keuangan global. Hal ini bertentangan dengan hipotesis
decoupling, atau setidaknya merupakan kemunduran temporer dalam tren mmenuju
korelasi lebih rendah dari tingkat pertumbuhan GDP di negara dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya tingkat
sinkronisasi siklus ekonomi antara negara-negara berkembang di Asia dan
negara-negara industri adalah hasil dari guncangan dari krisis ekonomi
sebelumnya.
Komentar
Posting Komentar